KH. Hamim Tohari Djazuli atau akrab dengan panggilan Gus Miek lahir pada 17 Agustus 1940,beliau adalah putra KH. Jazuli Utsman (seorang ulama sufi dan ahli tarikat pendiri pon-pes Al Falah mojo Kediri), Gus Miek salah-satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pejuang Islam yang masyhur di tanah Jawa dan memiliki ikatan darah kuat dengan berbagai tokoh Islam ternama, khususnya di Jawa Timur. Maka wajar, jika Gus Miek dikatakan pejuang agama yang tangguh dan memiliki kemampuan yang terkadang sulit dijangkau akal. Selain menjadi pejuang Islam yang gigih, dan pengikut hukum agama yang setia dan patuh, Gus Miek memiliki spritualitas atau derajat kerohanian yang memperkaya sikap, taat, dan patuh terhadap Tuhan. Namun, Gus Miek tidak melupakan kepentingan manusia atau intraksi sosial (hablum minallah wa hablum minannas). Hal itu dilakukan karena Gus Miek mempunyai hubungan dan pergaulan yang erat dengan (alm) KH. Hamid Pasuruan, dan KH. Achmad Siddiq, serta melalui keterikatannya pada ritual ”dzikrul ghafilin” (pengingat mereka yang lupa). Gerakan-gerakan spritual Gus Miek inilah, telah menjadi budaya di kalangan Nahdliyin (sebutan untuk warga NU), seperti melakukan ziarah ke makam-makam para wali yang ada di Jawa maupun di luar Jawa. Hal terpenting lain untuk diketahui juga bahwa amalan Gus Miek sangatlah sederhana dalam praktiknya. Juga sangat sederhana dalam menjanjikan apa yang hendak didapat oleh para pengamalnya, yakni berkumpul dengan para wali dan orang-orang saleh, baik di dunia maupun akhirat.
Gus Miek seorang hafizh (penghapal) Al-Quran. Karena,
bagi Gus Miek, Al-Quran adalah tempat mengadukan segala permasalahan hidupnya
yang tidak bisa dimengerti orang lain. Dengan mendengarkan dan membaca
Al-Quran, Gus Miek merasakan ketenangan dan tampak dirinya berdialog dengan
Tuhan, beliaupun membentuk sema’an alquran dan jama’ah Dzikrul Ghofilin.
Gus Miek selain dikenal sebagai seorang ulama besar
juga dikenal sebagai orang yang nyeleneh, beliau lebih menyukai da’wah
di kerumunan orang yang melakukan maksiat seperti diskotik, club malam
dibandingkan dengan menjadi seorang kyai yang tinggal di pesantren yang
mengajarkan santrinya kitab kuning. hampir tiap malam beliau menyusuri
jalan-jalan di Jawa Timur keluar masuk club malam, bahkan nimbrung
dengan tukang becak, penjual kopi di pinggiran jalan hanya untuk memberikan
sedikit pencerahan kepada mereka yang sedang dalam kegelapan. Ajaran-ajaran
beliau yang terkenal adalah suluk jalan terabas atau dalam bahasa
indonesia-nya pemikiran jalan pintas.
Pernah diceritakan Suatu ketika Gus Miek pergi ke
diskotik dan di sana bertemu dengan Pengunjung yang sedang asyik menenggak
minuman keras, Gus Miek menghampiri mereka dan mengambil sebotol minuman keras
lalu memasukkannya ke mulut Gus Miek salah satu dari mereka mengenali Gus Miek
dan bertanya kepada Gus Miek. ”Gus kenapa sampeyan ikut Minum bersama kami ?
sampeyankan tahu ini minuman keras yang diharamkan oleh Agama ?” lalu Gus
Miek Menjawab “aku tidak meminumnya …..!! aku hanya membuang minuman itu kelaut…!”
hal ini membuat mereka bertanya-tanya, padahal sudah jelas tadi Gus Miek
meminum minuman keras tersebut. Diliputi rasa keanehan, Gus miek angkat bicara “sampeyan
semua ga percaya kalo aku tidak meminumnya tapi membuangnya kelaut..?” lalu
Gus Miek Membuka lebar Mulutnya dan mereka semua terperanjat kaget didalam
Mulut Gus miek terlihat Laut yang bergelombang dan ternyata benar minuman keras
tersebut dibuang kelaut. Dan Saat itu juga mereka diberi Hidayah Oleh Alloh SWt
untuk bertaubat dan meninggalkan minum-minuman keras yang dilarang oleh agama.
Itulah salah salah satu Karomah kewaliyan yang diberikan Alloh kepada Gus
Miek.
Jika sedang jalan-jalan atau keluar, Gus Miek sering
kali mengenakan celana jeans dan kaos oblong. Tidak lupa, beliau
selalu mengenakan kaca mata hitam lantaran lantaran beliau sering menangis jika
melihat seseorang yang “masa depannya” suram dan tak beruntung di akhirat
kelak.
Ketika beliau berdakwah di Semarang tepatnya di NIAC
di Pelabuhan Tanjung Mas. Niac adalah surga perjudian bagi para cukong-cukong
besar baik dari pribumi maupun keturunan, Gus Miek yang masuk dengan segala
kelebihannya mampu memenangi setiap permainan, sehingga para cukong-cukong itu
mengalami kekalahan yang sangat besar. NIAC pun yang semula menjadi surga
perjudian menjadi neraka yang sangat menakutkan bagi para penjudi dan penikmat
maksiat.
Satu contoh lagi ketika Gus Miek berjalan-jalan ke
Surabaya, ketika tiba di sebuah club malam Gus Miek masuk kedalam club
yang di penuhi dengan perempuan-perempuan nakal, lalu Gus Miek langsung menuju
waitres (pelayan minuman) beliau menepuk pundak perempuan tersebut sambil
meniupkan asap rokok tepat di wajahnya, perempuan itu pun mundur tapi terus di
kejar oleh Gus miek sambil tetap meniupkan asap rokok diwajah perempuan
tersebut. Perempuan tersebut mundur hingga terbaring di kamar dengan penuh
ketakutan, setelah kejadian tersebut perempuan itu tidak tampak lagi di club
malam itu.
Pernah suatu ketika Gus Farid (anak KH.Ahamad Siddiq
yang sering menemani Gus Miek) mengajukan pertanyaan yang sering mengganjal di
hatinya, pertama bagaimana perasaan Gus Miek tentang Wanita ? “Aku setiap
kali bertemu wanita walaupun secantik apapun dia dalam pandangan mataku yang
terlihat hanya darah dan tulang saja jadi jalan untuk syahwat tidak ada”
jawab Gus miek.
Pertanyaan kedua Gus Farid menayakan tentang kebiasaan
Gus Miek memakai kaca mata hitam baik itu dijalan maupun saat bertemu dengan
tamu…”Apabila aku bertemu orang dijalan atau tamu aku diberi pengetahuaan
tentang perjalanan hidupnya sampai mati. Apabila aku bertemu dengan seseorang
yang nasibnya buruk maka aku menangis, maka aku memakai kaca mata hitam agar
orang tidak tahu bahwa aku sedang menagis“ jawab Gus Miek
Adanya sistem Dakwah yang dilakukan Gus miek tidak
bisa di contoh begitu saja karena resikonya sangat berat bagi mereka yang Alim
pun Sekaliber KH.Abdul Hamid (pasuruan) mengaku tidak sanggup melakukan da’wak
seperti yang dilakukan oleh Gus Miek padahal Kh.Abdul Hamid juga seorang
waliyalloh.
Gus Miek bertemu KH. Mas’ud
Ketika Gus Miek masih berusia 9 tahun, Gus Miek sowan
ke rumah Gus Ud (KH. Mas’ud) Pagerwojo, Sidoarjo. Gus Ud adalah seorang tokoh
kharismatik yang diyakini sebagai seorang wali. Dia sering dikunjungi olah
sejumlah ulama untuk meminta doanya. Di rumah Gus Ud inilah untuk pertama
kalinya Gus Miek bertemu KH. Ahmad Siddiq, yang di kemudian hari menjadi orang
kepercayaannya dan sekaligus besannya.
Saat itu, Kiai Ahmad Siddiq masih berusia 23 tahun, dan
tengah menjadi sekretaris pribadi KH. Wahid Hasyim yang saat itu menjabat
sebagai menteri agama. Sebagaimana para ulama yang berkunjung ke ndalem Gus Ud,
kedatangan Kiai Ahmad Siddiq ke ndalem Gus Ud juga untuk mengharapkan do’a dan
dibacakan Al-Fatehah untuk keselamatan dan kesuksesan hidupnya. Tetapi, Gus Ud
menolak karena merasa ada yang lebih pantas membaca Al-Fatehan. Gus Ud kemudian
menunjuk Gus Miek yang saat itu tengah berada di luar rumah. Gus Miek dengan
terpaksa membacakan Al-Fatehah setelah diminta oleh Gus Ud.
KH. Ahmad Siddiq, sebelum dekat dengan Gus Miek,
pernah menemui Gus Ud untuk bicara empat mata menanyakan tentang siapakah Gus
Miek itu.
“Mbah, saya sowan karena ingin tahu Gus Miek itu
siapa, kok banyak orang besar seperti KH. Hamid menghormatinya?” Tanya KH.
Ahmad Siddiq.
“Di sekitar tahun 1950-an, kamu datang ke rumahku
meminta do’a. Aku menyuruh seorang bocah untuk mendoakan kamu. Itulah Gus Miek.
Jadi, siapa saja, termasuk kamu, bisa berkumpul dengan Gus Miek itu seperti
mendapatkan Lailatul Qodar,” jawab Gus Ud.
Begitu Gus Ud selesai mengucapan kata Lailatul Qodar,
Gus Miek tiba-tiba turun dari langit-langit kamar lalu duduk di antara
keduanya. Sama sekali tidak terlihat bekas atap yang runtuh karena dilewati Gus
Miek. Setelah mengucapkan salam, Gus Miek kembali menghilang.
Suatu hari, Gus Miek tiba di Jember bersama Syafi’i
dan KH. Hamid Kajoran, mengendarai mobil Fiat 2300 milik Sekda Jember. Sehabis
Ashar, Gus Miek mengajak pergi ke Sidoarjo. Rombongan bertambah Mulyadi dan
Sunyoto. Tiba di Sidoarjo, Gus Miek mengajak istirahat di salah satu masjid.
Gus Miek hanya duduk di tengah masjid, sementara KH. Hamid Kajoran dan Syafi’i
tengah bersiap-siap menjalankan shalat jamak ta’khir (Magrib dan Isya).
Ketika Syafi’i iqomat, Gus Miek menyela, “Mbah,
Mbah, shalatnya nanti saja di Ampel.” KH. Hamid dan Syafi’i pun tidak
berani melanjudkan.
Tiba-tiba, dri sebuah gang terlihat seorang anak
laki-laki keluar, sedang berjalan perlahan. Gus Miek memanggilnya.
“Mas, beri tahu Mbah Ud, ada Gus Hamim dari kediri,” kata Gus
Miek kepada anak itu.
Anak itu lalu pergi ke rumah Mbah Ud. Tidak beberapa
lama, Mbah Ud datang dengan dipapah dua orang santri.
“Masya Allah, Gus Hamim, sini ini Kauman ya, Gus.
Kaumnya orang-orang beriman ya, Gus. Ini masjid Kauman, Gus. Anda doakan saya
selamat ya, Gus,” teriak Mbah Ud sambil terus berjalan ke arah Gus Miek.
Ketika sudah dekat, Gus Miek dan Mbah Ud terlihat
saling berebut untuk lebih dulu menyalami dan mencium tangan. Kemudian Gus Miek
mengajak semuanya ke ruamah Mbah Ud. Tiba di rumah, Mbah Ud dan Gus Miek duduk
bersila di atas kursi, kemudian dengan lantang keduanya menyanyikan shalawat
dengan tabuhan tangan. Seperti orang kesurupan, keduanya terus bernyanyi dan
memukul-mukul tangan dan kaki sebagai musik iringan. Setelah puas,
keduanya terdiam. “Silakan, Gus, berdoa,” kata Mbah Ud kepada Gus Miek. Gus
miek pun berdoa dan Mbah Ud mengamini sambil menangis.
Di sepanjang perjalanan menuju ruamah Syafi’i di
Ampel, Sunyoto berbisik-bisik dengan Mulyadi. Keduanya penasaran dengan
kejadian yang baru saja mereka alam. Karena Mbah Ud Pagerwojo terkenal sebagai
wali dan khariqul ‘adah (di luar kebiasaan). Hampir semua orang di Jawa
Timur segan terhadapnya. “Mas, misalnya ada seorang camat yang kedatangan
tamu, lalu camat tersebut mengatakan silakan-silakan dengan penuh hormat, itu
kalau menurut kepangkatan, bukankah tinggi pangkat tamunya?” Tanya Sunyoto
kepada Mulyadi.
Mbah Ud adalah salah seorang tokoh di Jawa Timur yang
sangat disegani dan dihormati Gus Miek selain KH. Hamid Pasuruan. Hampir pada
setiap acara haulnya, Gus Miek selalu hadir sebagai wujud penghormatan kepada
orang yang sangat dicintainya itu.
Ketertundukan Binatang
Ketika gus miek baru mulai bisa merangkak, saat itu
ibunya membawa ke kebun untuk mengumpulkan kayu bakar dan panen kelapa, bayi
itu ditinggalkan sendirian di sisi kebun, tiba-tiba dari semak belukar muncul
seekor harumau. Spontan sang ibu berlari menjauh dan luapa bahwa bayinya
tertinggal. Begitu sadar, sang ibu kemudian berlari mencari anaknya. Tetapi,
sesuatu yang luar biasa terjadi. Ibunya melihat harimau itu duduk terpaku di
depan sang bayi sambil menjilagti kuku-kukunya seolah menjaga sang bayi.
Peristiwa ketertundukan binatang ini kemudian
berlanjut hingga Gus Miek dewasa. Di antara kejadian itu adalah Misteri Ikan
dan Burung Raksasa. Gus Miek yang sangat senang bermain di tepi sungai Brantas dan
menonton orang yang sedang memancing, pada saat banjir besar Gus Mik
tergelincir ke sungai dan hilang tertelan gulungan pusaran air. sampai beberapa
jam, santri yang ditugaskan menjaga Gus Miek, mencari di sepanjang pinggiran
sungai dengan harapan Gus Miek akan tersangkut atau bisa berenang ke daratan.
Tetapi, Gus Miek justru muncul di tengah sungai, berdiri dengan air hanya
sebatas mata kaki karena Gus Miek berdiri di atas punggung seekor ikan yang
sangat besar, yang menurut Gus Miek adalah piaraan gurunya. Pernah suatu hari,
ketika ikut memancing, kail Gus Miek dimakan ikan yang sangat besar. Saking
kuatnya tenaga ikan itu, Gus Miek tercebur ke sungai dan tenggelam. Pengasuhnya
menjadi kalang kabut karena tak ada orang yang bisa menolong, hari masih pagi
sehingga masih sepi dari orang-orang yang memancing. Hilir mudik pengasuhnya
itu mencari Gus Miek di pinggir sungai dengan harapan Gus Miek dapat timbul
kembali dan tersangkut. Tetapi, setelah hampir dua jam tubuh Gus Miek belum
juga terlihat, membuat pengasuh itu putus asa dan menyerah.
Karena ketakutan mendapat murka dari KH. Djazuli dan
Ibu Nyai Rodyiah, akhirnya pengasuh itu kembali ke pondok, membereskan semua
bajunya ke dalam tas dan pulang tanpa pamit. Dalam cerita yang disampaikan Gus
Miek kepada pengikutnya, ternyata Gus Miek bertemu gurunya. Ikan tersebut
adalah piaraan gurunya, yang memberitahu bahwa Gus Miek dipanggil gurunya.
Akhirnya, ikan itu membawa Gus Miek menghadap gurunya yaitu Nabi Khidir.
Pertemuan itu menurut Gus Miek hanya berlangsung selama lima menit. Tetapi,
kenyataannya Gus Miek naik ke daratan dan kembali ke pondok sudah pukul empat
sore. beberapa bulan kemudian, setelah mengetahui bahwa Gus Miek tidak apa-apa,
akhirnya kembali ke pondok.
Pada suatu malam di ploso, Gus Miek mengajak Afifudin
untuk menemaninya memancing di sungai timur pondok Al Falah. Kali ini, Gus Miek
tidak membawa pancing, tatapi membawa cundik. Setelah beberapa lama menunggu,
hujan mulai turun dan semakin lama semakin deras. Tetapi, Gus Miek tetap
bertahan menunggu cundiknya beroleh ikan meski air sungai brantas telah meluap.
Menjelang tengah malam, tiba-tiba Gus Miek berdiri memegangi gagang cundik
dan berusaha menariknya ke atas. Akan tetapi, Gus Miek terseret masuk ke dalam
sungai. Afifudin spontan terjun ke sungai untuk menolong Gus Miek. Oleh
Afifudin, sambil berenang, Gus Miek ditarik ke arah kumpulan pohon bambu yang
roboh karena longsor. Setelah Gus Miek berpegangan pada bambu itu, Afifudin
naik ke daratan untuk kemudian membantu Gus Miek naik ke daratan. Sesampainya
di darat, Gus Miek berkata “Fif, ini kamu yang terakhir kali menemaniku
memancing. Kamu telah tujuh kali menemaniku dan kamu telah bertemu dengan
guruku.“ Afifudin hanya diam saja. Keduanya lalu kembali kepondok dan waktu
sudah menunjukkan pukul tiga pagi.
Gus Miek Wafat
Tepat tanggal 5 juni 1993 Gus Miek menghembuskan
napasnya yang terakhir di rumah sakit Budi mulya Surabaya (sekarang siloam).
Kyai yang nyeleneh dan unik akhirnya meninggalkan dunia dan menuju kehidupan yang lebih abadi dan bertemu dengan
Tuhannya yang selama ini beliau rindukan.
0 comments:
Post a Comment